Tentang Keshalihan - Ashabul Yoichi

Tentang Keshalihan

Tentang Keshalihan
Tentang Keshalihan



“Sungguh keliru orang-orang yang mencari kemuliaan dengan apa yang mereka miliki di muka bumi”,
demikian dikatakan Imam Al Qurthuby,
“Sebab kemuliaan, kekuatan, ketinggian, dan keperkasaan semuanya adalah milik Allah ‘Azza wa Jalla.
Ia hanya kan dicapai dengan ucapan yang baik dan ‘amal shalih yang diangkat ke haribaanNya, lalu berjawab karunia mulia sebab Dia telah mencintai sang hamba.”

“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allah lah semua kemuliaan itu. KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan ‘amal shalih mengangkatnya..” (QS Fathir [35]: 10)

“Di antara ucapan yang baik adalah dzikir kepada Allah, 
ilmu,
dakwah,
dan saling berwasiat dalam kebenaran,
kesabaran,
serta kasih sayang”, tulis Imam Ibn Katsir.

Sebagaimana sabda Rasulullah, ucapan baik ini akan dinaikkan kepada Allah dengan penuh pemuliaan.

“Orang-orang yang berdzikir mengingat Allah dengan mengagungkan asmaNya”, demikian sabda itu dicatat oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah,
“Bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan bertahlil,kesemua yang keluar dari lisan mereka akan bergema di sekitar ‘Arsy. Suara-suara itu memiliki dengung seperti suara lebah yang saling mengingatkan dengan kawannya. Apakah salah seorang di antara kalian tidak menyukai jika ada sesuatu yang tak henti mengingat-ingat
nya di sisi Allah?”

Kemudian kata-kata yang baik memerlukan kawan yang akan membantunya untuk mendaki menembus langit dan merajuk kemuliaan di sisi Allah.

“Adalah ‘amal shalih”, demikian kata Mujahid, Abul ‘Aliyah. ‘Ikrimah, Ibrahim An Nakha’i, Adh Dhahhak, As Suddi, Rabi’ ibn Anas, Syahr ibn Hausab, dan mufassir lainnya,
“Yang dapat menaikkan perkataan-perka
taan yang baik.” “Suatu perkataan takkan dapat naik untuk diterima di sisi Allah”, kata Hasan Al Bashri dan Qatadah, “Kecuali dengan ‘amal yang menjadi buktinya.”

“Duhai Rabbi, karuniai aku ilham untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Engkau anugrahkan atasku, juga atas kedua orangtuaku. Dan agar aku mampu beramal shalih yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang shalih.” (QS An Naml [27]: 19)

Sulaiman ibn Dawud ‘Alaihimas Salaam, memulai doanya dengan memohon kemampuan untuk senantiasa bersyukur kepada Allah.
Bukan hanya atas nikmat yang Allah karuniakan pada dirinya, melainkan juga yang telah dilimpahkan pada kedua orangtuanya.
“Sebab”, jelas Al ‘Allamah As Sa’di dalam Taisirul Karimir Rahman, “Nikmat yang diterima orangtua adalah wasilah bagi nikmat yang dirasakan oleh sang anak.
Maka wajib baginya mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan bagi dirinya, mensyukuri nikmat yang dianugrahkan bagi orangtuanya, sekaligus mensyukuri orangtua yang telah membesarkannya dengan nikmat tersebut.”

Lalu Sulaiman memohon kepada Allah agar diilhamkan baginya kemampuan beramal shalih sekaligus dikaruniakannya ridha Allah atas ‘amal shalih tersebut. Maka betapa agung doa itu, mengandung keinsyafan bahwa kita hanya mampu beramal shalih jika Allah menolong, membimbing, dan memberi kekuatan. Dan sesudah itu, ‘amal shalih apapun takkan ada makna serta manfaatnya, tanpa ada ridha dariNya.

Betapa mahal kesadaran ini pada zaman kita, ketika banyak manusia merasa berjasa di hadapan Allah dengan ‘ibadahnya, dan merasa menjadi pahlawan di hadapan sesama dengan ‘amalnya.

Dan Sulaiman mengajarkan pada kita, untuk terus merajuk pada Allah.
Tak cukup hanya ‘amal shalih yang diridhaiNya,
tapi mohonlah juga agar Allah menjadikan kita sebagai hambaNya yang shalih.
Bahkan Sulaiman meminta dengan rendah hati, agar dijadikan termasuk golongan para Shalihin. Seakan dengan tawadhu’ dia merintih pada Allah,
“Masukkanlah aku ke dalam himpunan orang-orang yang shalih ya Allah. Meski aku tak pantas, meski aku tak layak, meski aku tak mampu beramal seshalih ibadah mereka.”

Belum ada Komentar untuk "Tentang Keshalihan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel